PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
I.
TUJUAN
PERCOBAAN
Tujuan
percobaan praktikum ini adalah untuk dapat membuat larutan dengan konsentrasi
tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah
dibuat.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1. Larutan
Solute atau zat terlarut adalah zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan. Solvent atau zat yang pelarut
adalah zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan.
Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi
larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah
air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak,
kloroform, benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air
biasanya tidak disebutkan (Gunawan, 2004).
Larutan terbentuk
melalui percampuran atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung
dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya
antar molekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni
atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan
maupun kestabilan larutan. Larutan dapat
berada dalam kesetimbangan fase dengan gas,padatan atau cairan lain:
kesetimbangan ini seringkali menunjukan efek yang menarik yang ditentukan oleh
molekul zat terlarut (Oxtoby,2001).
Larutan dilihat berdasarkan
keadaan fasa setelah bercampur ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen
adalah campuran yang membentuk satu fasa yaitu yang mempunyai sifat dan
komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contoh
larutan homogen yaitu air gula dan alkohol dalam air. Sedang campuran heterogen
adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih contohnya air susu
dan air kopi (Syukri, 1999).
II.2. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi menyatakan jumlah komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam
larutan. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan beberapa konversi satuan
larutan, seperti fraksi mol (x), molaritas (M), molalitas (m), normalitas (N),
persen berat (w/w), persen volume (v/v), dan bagian per sejuta/part per
milllion (ppm).
Tabel satuan konsentrasi larutan
No
|
Nama
|
Lambang
|
Definisi
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Fraksi mol
Molaritas
Molalitas
Normalitas
Persen berat
Persen volume
Part per million
|
X
M
m
N
%
w
%
V
ppm
|
|
Fraksi mol (x) adalah perbandingan mol salah satu komponen
dengan jumlah mol semua komponen. Kemolaran (M) adalah banyaknya mol zat
terlarut dalam tiap liter larutan. Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut
dalam tiap 1.000 gram pelarut murni. Kenormalan (N) adalah jumlah ekivalen zat
terlarut dalam tiap liter larutan. Persen massa (% w ) adalah perbandingan
massa zat terlarut dengan massa larutan dikalikan 100%. Persen volume (% V)
adalah perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan dikali 100%. Part
per million (ppm) adalah miligram zat terlarut dalam tiap kg larutan (Syukri,
1999).
Untuk
membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilakukan dengan cara :
1)
Melarutkan zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan
Jika larutan yang diinginkan
komponen terlarutnya pada suhu kamar berupa padatan, maka untuk membuat larutan
tersebut, ditimbang sejumlah tertentu zat terlarut yang diperlukan.
2)
Mengencerkan suatu larutan pekat
Untuk membuat jenis larutan
semacam ini, sangat penting diketahui sifat-sifat dari larutan pekat yang
tersedia dan konsentrasi awal dari larutan pekat tersebut. Untuk menentukan
berapa banyak larutan pekat yang diperlukan untuk memmbuat sejumlah tertentu
larutan dengan konsentrasi yang lebih encer, persamaan yang lazim digunakan
adalah :
V1
= Volume larutan atau massa sebelum diencerkaan
M1
= Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 = Volume larutan atau massa setelah
diencerkan
M2
= Konsentrasi larutan setelah diencerkan.
Larutan standar dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
1. Larutan
standar primer
adalah larutan standar yang dibuat dari sejumlah contoh yang diinginkan dan
ditimbang dengan teliti, kemudian melarutkannya dalam volume larutan yang telah
diukur dengan teliti. Konsentrasi
larutan standar primer selalu tetap.
Contohnya K2Cr2O7, KIO3, dan
Na2CO3. Larutan
standar primer harus memenuhi syarat – syarat seperti:
Ø
Zat itu mudah dalam bentuk murni.
Ø
Zat itu tetap, mudah dikeringkan
dan tidak higroskopik.
Ø
Zat itu mempunyai berat ekuivalen
yang cukup tinggi.
Ø
Stabil dalam keadaan biasa,
setidaknya pada saat ditimbang.
Ø
Dalam titrasi asam bereaksi menurut
syarat – syarat titrasi.
2. Larutan
standar sekunder, yaitu larutan yang dibuat dari larutan standar primer yang
jumlah dan volemenya sudah diukur dengan teliti, tetapi tidak memenuhi
sifat-sifat dari larutan standar primer.
Contohnya adalah NaOH (Keenan, 1989).
II.3. Pembuatan Larutan dengan Cara Mengencerkan
Proses pengenceran adalah
mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut
agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia
yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini
terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat
dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air,
tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas
yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih
dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan
asam sulfat ini merusak kulit (Brady, 1999).
II.4. Titrasi
Agar
titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1.
Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung
secara stoikiometri, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan
peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya
99,9 % pada titik kesetaraan.
2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan
cepat.
Titrasi
dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Berdasarkan reaksi;
- Titrasi asam basa
- Titrasi oksidasi reduksi
- Titrasi pengendapan
- Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran (larutan
standar) yang dipakai;
- Titrasi asidimetri
3. Campuran penetapan akhir;
- Cara visual dengan indikator
- Cara elektromagnetik
4.
Berdasarkan kosentrasi;
- Makro
- Semimikro
- Mikro
5.
Berdasarkan teknik pelaksaan;
- Tidak langsung
- Titrasi plank
- Titrasi tidak langsung (Keenan,
1999).
III.
ALAT
DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet
ukur, pipet gondok, 3 labu takar 10 mL, 1 labu takar 50 mL, dan buret.
B.
Bahan
Bahan-bahan yang
diperlukan pada percobaan ini adalah asam klorida (HCL) pekat, larutan natrium
hidroksida (NaOH) 0,1 M, pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1 M,
indikator metil merah, indikator phenophtalein, indikator metil orange, dan
akuades.
IV.
PROSEDUR
KERJA
I.
Pembuatan
dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1. Gelas
ukur ditimbang (20,31 gram).
2. Sebanyak
4,15 mL larutan asam klorida diambil dengan gelas ukur yang telah ditimbang dan
pipet tetes. Dilakukan di dalam lemari asam.
3. Labu
takar 100 mL kosong ditimbang (68,00 gram). Labu takar tersebut diisi dengan 20
mL akuades.
4. Asam
klorida pekat yang telah diambil dimasukkan ke dalam labu takar. Dilakukan di
dalam lemari asam.
5. Akuades
ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Labu takar ditutup dan
dikocok hingga larutan homogen. Labu takar berisi larutan ini ditimbang (164,93
gram). Larutan ini disebut larutan A (larutan HCL).
6. 20
mL larutan asam klorida (Larutan A) dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang
baru.
7. Akuades
ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan ini disebut Larutan
B (larutan HCL yang telah diencerkan).
II.
Penentuan
Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
a).
Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1.
Buret dibilas dengan akuades lalu dibilas
kembali dengan larutan NaOH.
2.
Buret lalu diisi dengan natrium hidroksida.
3.
Volume awal NaOH kemudian dicatat (11,5 mL).
4.
10 mL larutan B (larutan asam klorida encer)
dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan pipet gondok.
5.
Indikator metil merah ditambahkan ke dalam
larutan.
6.
Larutan dalam erlenmeyer selanjutnya dititrasi
dengan larutan NaOH hingga berubah warna.
7.
Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna
yang konstan.
8.
Volume akhir NaOH kemudian dicatat (1 mL).
Volume larutan NaOH yang diperlukan kemudian dihitung (11,5 mL – 1 mL = 10,5
mL).
9.
Titrasi ke 2 dilakukan kembali dengan volume HCl
yang sam. Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi lalu dicatat (22,5 mL – 11,5 mL = 11 mL).
b).
Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1.
Titrasi dilakukan kembali terhadap 10 mL larutan
B (HCl encer) dengan larutan NaOH 0,1 M, dengan menggunakan indikator
phenophtalein.
2.
Hasil yang diperoleh dari perlakuan dengan
indikator metil merah dan dengan indikator phenophtalein kemudian dibandingkan.
III.
Pembuatan
Larutan Natrium Hidroksida
1.
Sebanyak 0,4 gram butiran natrium hidroksida
ditimbang secara teliti dengan kaca arloji dan neraca analitik.
2.
Butiran NaOH dipindahkan dari gelas arloji ke
dalam gelas beker yang berisi 20 mL akuades hangat.
3.
Larutan lalu di aduk hingga seluruh butir NaOH
larut sempurna.
4.
50 mL larutan NaOH lalu dipindahkan ke dalam
labu takar.
5.
Akuades ditambahkan hingga tanda batas labu
takar. Labu takar lalu ditutup dan dikocok hingga homogen. Larutan ini disebut
larutan C (larutan NaOH).
6.
25 mL larutan C (larutan NaOH) dipindahkan ke
dalam labu takar 100 mL yang baru.
7.
Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Labu
takar lalu dikocok hingga homogen. Larutan ini kemudian disebut larutan D
(larutan NaOH encer).
IV.
Penentuan
Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a).
Titrasi NaOH dengan larutan HCL sebagai titran
1.
Buret dibilas dengan akuades, lalu dibilas
kembali dengan larutan HCL 0,1 M (larutan A).
2.
Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3.
Volume awal larutan HCl 0,1 M di dalam buret
lalu dicatat
(7,7 mL).
4.
10 mL larutan D (NaOH encer) dipindahkan ke
dalam erlenmeyer.
5.
2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke
dalam larutan tersebut.
6.
Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan
larutan HCl 0,1 M di dalam buret.
7.
Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna
yang konstan.
8.
Volume akhir HCl kemudian dicatat (4 mL). Volume
larutan NaOH yang diperlukan kemudian dihitung (7,7 mL – 4 mL = 3,7 mL).
9.
Titrasi ke 2 dilakukan kembali dengan volume
NaOH yang sama (10 mL). Volume larutan HCl yang diperlukan untuk titrasi lalu
dicatat (11,3 mL – 7,7 mL = 3,6 mL).
b).
Titrasi HCl dengan NaOH sebagai titran
1.
Buret dibilas dengan akuades, lalu dibilas
kembali dengan larutan NaOH encer (larutan D).
2.
Buret diisi dengan larutan NaOH encer.
3.
10 mL larutan HCL 0,1 M dipindahkan ke dalam
erlenmeyer.
4.
2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke
dalam larutan ini.
5.
Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH encer di dalam buret.
6.
Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna
yang konstan.
7. NaOH
yang diperlukan untuk titrasi HCl kemudian dihitung (27,4 mL).
8.
Titrasi ke 2 dilakukan kembali dengan volume HCl
yang sama (10 mL). Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi lalu
dicatat (11,3 mL – 7,7 mL = 3,6 mL).
V.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A Hasil
dan Perhitungan
1. Hasil
I.
Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Pembuatan larutan A
- Gelas ukur kosong ditimbang
- Volume HCl pekat
-
- Konsentrasi HCl pekat
- Labu takar kosong ditimbang
- Labu takar berisi larutan
Ditimbang
- Larutan kemudian ditimbang
- Volume larutan A
|
30,11 gram
4,15 mL
1190 gram/mL
37 %(b/b)
72,60 gram
172,03 gram
99,43 gram
100 mL
|
2.
|
Pembuatan larutan B
- Sebelum diencerkan (diambil
Dari larutan A) volume larutan
Dihitung
- Setelah diencerkan (Larutan B)
Volume larutan dihitung
|
20 mL
100 mL
|
II.
Penentuan Konsentrasi Asam Klorida
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Titrasi menggunakan Indikator
Metil Merah
a. Titrasi 1
- Volume
HCl dihitung
- Volume
NaOH dihitung
- Perubahan warna saat titrasi
b. Titrasi 2
- Volume
HCl dihitung
- Volume
NaOH dihitung
- Perubahan warna saat titrasi
-
Rata-rata volume HCl
-
Rata-rata volume NaOH
|
10 mL
11,8 mL
Merah
muda à kuning
10 mL
13,5 mL
Merah
muda à kuning
10 mL
12,6 mL
|
2.
|
Titrasi Menggunakan Indikator
Fenoftalein
a. Titrasi 1
- Volume
HCl dihitung
- Volume
NaOH dihitung
- Perubahan warna saat titrasi
b. Titrasi 2
- Volume
HCl dihitung
- Volume
NaOH dihitung
- Perubahan warna saat titrasi
- Rata-rata volume HCl
- Rata-rata volume NaOH
|
10 mL
12,4 mL
Tidak berwarna à ungu
10 mL
12,0 mL
Tidak berwarna à ungu
10 mL
12,2 mL
|
III. Pembuatan Larutan NaOH
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Pembuatan Larutan C
- Massa NaOH ditimbang
- Mr NaOH
- Volume larutan dihitung
(Larutan C)
|
0,4 gram
40 gram/mol
50 mL
|
2.
|
Pembuatan Larutan D
- Volume larutan dihitung
Sebelum diencerkan (diambil
Dari larutan C)
- Volume larutan dihitung
Setelah diencerkan
(Larutan C)
|
25 mL
100 mL
|
IV. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Titrasi NaOH dengan Larutan HCl
sebagai Titran
a. Titrasi I
- Volume HCl dihitung
- Volume NaOH dihitung
- Indikator
- Perubahan
warna yang
terjadi
b. Titrasi II
- Volume HCl dihitung
- Volume
NaOH dihitung
- Indikator
- Perubahan
warna yang
Terjadi
- Rata-rata volume HCL
- Rata-rata Volume NaOH
|
12,3 mL
10 mL
Metil Merah
Kuning à merah
12,1 mL
10 mL
Metil Merah
Kuning à merah
12,2 mL
10 mL
|
2.
|
Titrasi HCl dengan NaOH sebagai
Titran
a. Titrasi I
- Volume HCl dihitung
- Volume NaOH dihitung
- Indikator
- Perubahan
warna yang
terjadi
b. Titrasi II
- Volume HCl dihitung
- Volume NaOH dihitung
- Indikator
- Perubahan
warna yang
Terjadi
- Rata-rata volume HCL
- Rata-rata Volume NaOH
|
10 mL
15,8 mL
Metil Merah
Merah à kuning
10 mL
11,1
mL
Metil Merah
Merah à kuning
10 mL
13,45 mL
|
2.
Perhitungan
I.
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui : Massa jenis HCl
= 1,19 kg/L = 1190 gram/L
Persen berat HCl = 37% (b/b)
Massa 1 L larutan pekat HCl
= 1190 gr/L x 1L = 1190 gr
Massa HCl dalam 1L larutan
pekat = 37% x 1190= 440,3 gr
Mr HCl Pekat = 36,5 gr/mol
Ditanya : MHCl
pekat = ...?
Jawab :
II.
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan
Larutan B)
1)
Melalui Perhitungan Pengenceran
a).
Konsentrasi Larutan A
Diketahui : MHCl pekat = 12,06 M
VHCl pekat = 4,15 mL
= 0,00415 L
VA = 100 mL =
0,1 L
Ditanya : MA = ...?
Jawab :
b).
Konsentrasi Larutan B
Diketahui : MA = 0,5 M
VA = 20 mL
= 0,02 L
VB = 100 mL = 0,1 L
Ditanya : MB = ...?
Jawab :
2)
Melalui Titrasi
a).
Dengan Metil Merah
Diketahui : MNaOH = 0,1
M
VNaOH =
12,6 mL = 0,126 L
VHCl =
10 mL = 0,01
L
Ditanya :
MHCl =...?
Jawab :
b).
Dengan fenophtalein
Diketahui : NNaOH =
0,1 M
VNaOH =
12,2 mL = 0,0122 L
VHCl =
10 mL = 0,01
L
Ditanya : NHCl = ...?
Jawab :
III.
Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1)
Melalui Perhitungan Pengenceran
a).
Konsentrasi Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
VNaOH = 50 mL =
0,05 L
Mr NaOH = 40 gr/mol
Ditanya : MNaOH (MC) =
...?
Jawab :
b).
Konsentrasi Larutan D
Diketahui :
MC = 0,2 M
VC
= 25
mL = 0,025 L
VD
= 100 mL = 0,1
L
Ditanya : MD = ...?
Jawab
:
2) Melalui Titrasi
Pada saat titik ekuivalen,
jumlah ekuivalen basa dari natrium hidroksida
sama dengan jumlah ekuivalen asam dari larutan asam klorida.
a). Titrasi
NaOH oelh HCl
Diketahui : NHCl = 0,1
M
VNaOH = 10 mL
= 0,01 L
VHCl = 12,2 mL
= 0,012 L
NHCl =
0,1 mL
Ditanya :
NNaOH = ...?
Jawab
:
b). Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : MHCl = 0,1 M
NHCl = 0,1 N
VHCl = 10
mL = 0,01 L
VNaOH =
13,45 mL = 0,013 L
Ditanya : NNaOH
= ...?
Jawab :
B
Pembahasan
Larutan
dengan konsentrasi tertentu dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan
melarutkan zat padatan ke dalam larutan dan dengan mengencerkan larutan pekat.
Untuk membuat suatu larutan dengan melarutkan zat padatan, ditimbang sejumlah
tertentu zat yang diperlukan. Perlu diketahui berapa konsentrasi dari larutan
yang diperlukan dan satuan yang digunakan.
Suatu
larutan jika diencerkan, molaritas atau konsentrasi dari zat terlarut dalam
larutan tersebut akan berkurang. Sifat larutan yang dihasilkan pun tidak akan
sama persis lagi dengan zat pelarut karena perbedaan konsentrasi yang timbul.
Pengenceran biasanya menggunakan zat pelarut berupa akuades.
I.
Pembuatan Larutan
HCl
Untuk membuat suatu larutan HCl
dengan konsentrasi tertentu, HCl pekat sebagai zat terlarut dan akuades sebagai
pelarut. Dalam pengenceran ini tidak boleh dilakukan sembarangan. Harus
mengikuti urutan-urutan dalam proses pembuatan.
Dalam
pembuatan larutan HCl ini diawali dengan memasukkan larutan HCl ke dalam labu
takar kemudian menambahkan akuades sedikit demi sedikit sampai volume larutan
mencapai tanda batas. Apabila akuades terlebih dahulu dimasukkan ke dalam labu
takar, maka HCl akan memercik. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi
eksoterm, yaitu reaksi yang mengubah energi kimia menjadi energi panas.
II. Penentuan
Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi
-
Titrasi dengan
indikator metil merah
HCl mula-mula ditetesi dengan 2
tetes indikator metil merah. Larutan mula-mula berwarna merah muda yang
menandakan larutan cukup asam. Setelah titrasi dilakukan, terjadi perubahan
warna larutan menjadi kuning yang menandakan larutan dalam keadaan kurang asam
(bereaksi dengan basa).
-
Titrasi dengan
indikator fenoftalein
HCl mula-mula
ditetesi dengan 2 tetes indikator fenoftalein. Larutan mula-mula berwarna
bening sebelum titrasi. Setelah titrasi dilakukan, terjadi perubahan warna
larutan menjadi merah muda.
III.
Pembuatan Larutan
NaOH
Untuk membuat
larutan NaOH, dilarutkan butiran NaOH dalam akuades dengan volume tertentu.
Untuk mendapat konsentrasi yang lebih rendah, diencerkan larutan tersebut
dengan menambahkan akuades hangat hingga tanda batas dan mengocoknya hingga
larutan homogen.
IV.
Penentuan
konsentrasi larutan dengan titrasi
Titrasi dilakukan
dengan menambahkan sejumlah HCl dengan volume tertentu dan NaOH dengan volume
tertentu pula. Mula-mula larutan yang akan dititrasi ditetesi indikator (metil
merah atau fenoftalein).
Pada indikator
metil merah, mula-mula larutan berwarna merah muda. Hal ini disebabkan larutan
mulai tercampur dengan indikator. Setelah dititrasi, larutan akan menjadi
berwarna kuning. Pada indikator fenoftalein, larutan mula-mula berwarna kuning.
Setelah dititrasi larutan akan berwarna
kuning.
Perbedaan hasil akhir titrasi antara titrasi asam terhadap basa (merah
muda) dengan titrasi basa terhadap basa (kuning) dikarenakan karena perbedan
penitrasi. Pada titrasi asam terhadap basa HCl (asam) berlaku sebagai
penitrasi, sehingga warna larutan yang terbentuk adalah warna reaksi asam
dengan indikator (asam + merah metil = merah muda), sedangkan pada titrasi basa
terhadap asam yang berlaku sebagai penitrasi adalh NaOH (basa), sehingga warna
larutan yang terbentuk pastilah warna reaksi basa dengan indikator (basa + merah
metil = kuning). Sifat akhir larutan hasil titrasi ini adalah netral (asam kuat
+ basa kuat = netral).
Pada suatu melakukan titrasi
sering terjadi kesalahan, hal ini dapat disebabkan hal-hal seperti kurang
tepatnya pembacaan volume pada skala buret, penambahan indikator dalam larutan
yang akan dititrasi atau kurang tepat dalam penambahan volume, yaitu kurang
tepat memasukkan bahan dalam gelas ukur dan juga keadaan praktikan pada saat
melakukan praktikum.
VI.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.
Larutan dapat
dibuat dengan pengenceran larutan pekat atau dengan melarutkan zat terlarut
yang berupa padatan.
2.
Larutan HCl dapat
dibuat dengan mengencerkan HCl pekat.
3.
Larutan NaOH dibuat
dengan melarutkan butiran NaOH padat ke dalam akuades.
4.
Molaritas larutan A sebesar 0,5 N dan Molaritas larutan B
sebesar 0,1 N.
5.
Molaritas larutan C sebesar 0,2 M dan Molaritas larutan D
sebesar 0,05 M.
DAFTAR PUSTAKA
Brady,
E. James. 1999. Kimia Universitas Asas dan Sruktur. Binarupa Aksara.
Jakarta
Gunawan, Adi dan Roeswati.
2004. Tangkas Kimia. Kartika.
Surabaya.
Keenan, Charles W.,
et al. 1989. Ilmu Kimia untuk Universitas.
Jilid II, edisi ke-6. Erlangga : Jakarta
Oxtoby, David
W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern.
Erlangga. Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB : Bandung.