PERCOBAAN V
STANDARISASI NATRIUM
HIDROKSIDA DAN
PENGGUNAANNYA UNTUK
PENENTUAN
KONSENTRASI
ASAM ASETAT
I.
TUJUAN
PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum
ini adalah untuk dapat memahami dan melakukan standarisasi larutan serta
menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Analisis kimiawi menetapkan komposisi
kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan
dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, radikal, gugusan fungsi,
senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analitis yang lebih sempit
dan spesifik. Analisis pada umunya terdiri atas analisis kuantitatif dan
analisis kualitatif. Biasanya analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif (Khopkar, 1990).
Tahapan penentuan analisis kuantitatif
adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat
terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan
dan interpretasi data numerik (Khopkar, 1990).
Analisis kimia terdiri dari dua, yaitu
analisis gravimetri yang merupakan proses isolasi dan pengukuran berat suatu
unsur atau senyawa tertentu. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode pengendapan, metode penguapan,
metode elektroanalisis, atau berbagai metode yang lainnya. Kemudian analisis
kimia yang lainnya, yaitu analisis volumetri atau yang sering dikenal dengan
analisis titrimetri , di mana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi
dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam
bentuk larutan (Khopkar, 1990).
Analisis volumetri atau titrimetri
adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini zat
yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui
konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan
(konsentrasi) zat yang kita cari dapat dihitung (Syukri, 1999).
Larutan standar
adalah larutan yang konsentrasinya telah
diketahui. Larutan standar biasanya
diteteskan dari buret kedalam suatu erlemeyer yang mengandung zat yang
akan ditentukan kadarnya sampai reaksi
selesai. Proses ini dinamakan
titrasi. Titik dimana reaksi telah
selesai disebit titik akhir teoritis (Sukmariah, 1990).
Selesainya titrasi
dapat dilihat karena terjadi suatu perubahan warna. Perubahan warna ini dapat dihasilkan oleh
larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut
indikator. Titik dimana terjadi
perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi sampai
dengan titik akhir teoritis (ekivalen) (Sukmariah,1990).
Zat yang dapat digunakan untuk larutan
standar primer, harus memenuhi persyaratan
dibawah ini :
- Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun
dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %
- Harus stabil
- Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis,
sehingga tidak menyerap uap air,
tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah,
1990).
Titrasi biasanya
merupakan larutan standar elektrolit kuat,
seperti natrium hidroksida dan asam klorida.
1. Oksidasi-reduksi (redoks), reaksi-reaksi kimia
yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas digunakan dalam analisa
titrimetri. Misalnya besi dalam keadaan
oksidasi +2 dapat dititrasi dengan suatu larutan standar serium (IV) sulfat :
Fe 2+ +
Ce 4+ Fe3+ + Ce3-
Pengoksidasian lain secara luas digunakan sebagai
suatu titran adalah kalium permanganat (KmnO4). Reaksi dengan besi (II) dalam larutan asam
adalah :
5Fe 2+
+ MnO4- + 8H+
5Fe 3+ + Mn2+ + 4H2
2. Pengendapan, pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan prosedur
titrimetri yang digunakan secara luas.
Reaksinya adalah :
Ag+ + X- AgX (s)
Dengan X-
yang mungkin ion klorida,
bromida, ionida,atau tiosionat (SCN).
3.
Pembentukan kompleks, sebuah contoh reaksi yang
menghasilkan suatu kompleks stabil adalah ion-ion perak dan sianida :
Ag + +
2CN- Ag (Cn) 2
secara luas untuk penentuan titrimetri Reaksi ini
merupakan dasar dari reaksi apa yang disebut cara liebig untuk menentukan
sianida. Pereaksi organik tertentu
seperti asam etilen dialamim tetra asetat ( EDTA ), membentuk komplek stabil
dengan sejumlah ion metal dan digunakan semacam ini (Underwood, 1980).
III.
ALAT DAN BAHAN
- Alat
Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji, gelas beker 100 mL, pengaduk kaca, pipet tetes, pipet
ukur, erlenmeyer 100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50 mL.
- Bahan
Bahan-bahan
yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O),
larutan standart NaOH 0,1 N, akuades, cuka makan komersial, dan indikator fenoftalein.
IV.
PROSEDUR KERJA
- Pembuatan Larutan Standar Asam
Oksalat dan Penggunaannya untuk Standarisasi Larutan NaOH.
1) Sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat
(H2C2O4.2H2O) ditimbang
dengan menggunakan gelas arolji dan neraca analitik.
2) Asam Oksalat dipindahkan dari gelas arloji
ke dalam gelas beker 100 mL, tambahkan 25-30 mL akuades, kemuadian diaduk
hingga larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit akuades, dan
masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam oksalat
tersebut.
3) Larutan asam oksalat dipindahkan ke dalam
labu takar 100 mL, kemudiam gelas beker dibilas dengan sedikit akuades, air
bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar.
4) Akuades ditambahkan ke dalam labu
takar hingga tepat tanda batas dan
dikocok hingga homogen.
5) Buret yang akan digunakan dicuci dengan
menggunakan akuades kemudian dikeringkan.
6) Larutan asam oksalat yang telah dibuat
dimasukkan ke dalam buret 50 mL.
7) Sebanyak 10 mL larutan NaOH yang akan
distandarisasi dimasukkan kedalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator fenoftalein.
8) Larutan NaOH dititrasi dengan larutan asam
oksalat dari buret.
9) Jika terjadi perubahan warna yang konstan
titrasi dihentikan kemudian dicatat volume asam oksalat yang digunakan untuk
titrasi.
10) Dilakukan titrasi kembali sebanyak dua
kali dan dihitung rata-rata volume asam oksalat yang digunakan dari tiga kali
titrasi yang telah dilakukan.
- Penentuan Konsentrasi Asam Asetat
dalam Asam Cuka Komersial.
1) Sebanyak 2 mL asam cuka komersial
dituangkan ke dalam labu takar 250 mL dengan menggunakan pipet ukur.
2) Akuades ditambahkan ke dalam labu takar
hingga tanda batas kemudian labu takar tersebut ditutup dan dikocok hingga
larutan homogen.
3) Sebanyak 15 mL asam cuka yang telah
diencerkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian sebanyak 2-3 tetes
indikator fenophtalein ditambahkan kedalam larutan tersebut.
4) Buret yang akan digunakan dicuci dengan
akuades kemudian dikeringkan.
5) Larutan standar NaOH 0,1 N yang telah
distandarisasi di masukkan ke dalam buret.
6) Larutan asam cuka encer dititrasi dengan
menggunakan larutan NaOH 0,1 N dalam buret.
7) Jika terjadi perubahan warna yang konstan
titrasi dihentikan dan dicatat volume NaOH yang digunakan.
8) Dilakukan kembali titrasi sebanyak dua
kali dan dihitung volume rata-rata yang digunakan saat titrasi.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
dan Perhitungan
1.
Hasil
·
Pada larutan jenuh MgCO3
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Dimasukkan 10 mL larutan
MgCO3 jenuh dengan pipet gondok kedalan erlenmeyer
Ditambahkan 1 mL larutan
HCl 0,001 M menggunakan
pipet gondok
Ditambahkan 10 mL
larutan NaOH 0,001 M dengan menggunakan pipet gondok
Dicuci buret yang akan
digunakan dengan akuades
Diisi buret dengan
larutan standar HCl 0,001 M
Ditambahkan indikator
fenol merah kedalam erlenmeyer
Dititrasi larutan dalam
erlenmeyer dengan larutan HCl 0,001 M sampai terjadi perubahan warna
Dihentikan titrasi,
dicatat volume HCl yang diperlukan untuk titrasi
Diulangi langkah
sebanyak 2 kali. Rata-ratakan volume HCl yang digunakan
|
Volume larutan jenuh =
10 mL
NaOH 0,001 M berwarna
bening, larutan berwarna bening
NaOH 0,001 M berwarna
bening
Volume buret 50 mL
Volume larutan standar
50 mL
Larutan berwarna ungu
Perubahan warna dari
ungu menjadi kuning muda.
Titrasi 1 : VHCl
= 2,5 mL
Titrasi 2 : VHCl= 2,7 mL
Rata-rata volume HCl
untuk titrasi = 2,6 mL
|
· Pada larutan jenuh CaCO3
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Dimasukkan 10 mL larutan
CaCO3 jenuh dengan pipet gondok kedalan erlenmeyer
Ditambahkan 5 mL larutan
HCl 0,001 M menggunakan pipet gondok
Ditambahkan 10 mL
larutan NaOH 0,001 M dengan menggunakan pipet gondok
Dicuci buret yang akan
digunakan dengan akuades
Diisi buret dengan
larutan standar HCl 0,001 M
Ditambahkan indikator
fenol merah kedalam erlenmeyer
Dititrasi larutan dalam
erlenmeyer dengan larutan HCl 0,001 M sampai terjadi perubahan warna
Dihentikan titrasi,
dicatat volume HCl yang diperlukan untuk titrasi
Diulangi langkah
sebanyak 2 kali. Rata-ratakan volume HCl yang digunakan
|
Volume larutan jenuh =
10 mL
HCl 0,001 M berwarna
bening, larutan berwarna bening
NaOH 0,001 M berwarna
bening
Volume buret 50 mL
Volume HCl dalam buret
50 mL
Larutan berwarna ungu
Perubahan warna dari
ungu menjadi kuning muda.
Titrasi 1 : VHCL=
1 mL
Titrasi 2 : VHCL=
1 mL
Rata-rata volume HCl
untuk titrasi = 1 mL
|
·
Pada larutan
jenuh BaCO3
No
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Dimasukkan 10 mL larutan
MgCO3 jenuh dengan pipet gondok kedalan erlenmeyer
Ditambahkan 5 mL larutan
HCl 0,001 M menggunakan pipet gondok
Ditambahkan 10 mL
larutan NaOH 0,001 M dengan menggunakan pipet gondok
Dicuci buret yang akan
digunakan dengan akuades
Diisi buret dengan
larutan standar HCl 0,001 M
Ditambahkan indikator
fenol merah kedalam erlenmeyer
Dititrasi larutan dalam
erlenmeyer dengan larutan HCl 0,001 M sampai terjadi perubahan warna
Dihentikan titrasi,
dicatat volume HCl yang diperlukan untuk titrasi
Diulangi langkah
sebanyak 2 kali. Rata-ratakan volume HCl yang digunakan
|
Volume larutan jenuh =
10 mL
NaOH 0,001 M berwarna
bening, larutan berwarna bening
NaOH 0,001 M berwarna
bening
Volume buret 50 mL
Volume larutan standar
50 mL
Larutan berwarna ungu
Perubahan warna dari
ungu menjadi kuning muda.
Titrasi 1 : VHCL=
2,2 mL
Titrasi 2 : VHCL=
0,7 mL
Rata-rata volume HCl
untuk titrasi = 1,45 mL
|
2.
Perhitungan
a. Kelarutan
MgCO3
Diketahui : V MgCO3 =
10 mL
VHCl
= 1 mL ; [HCl] = 0,001 M
VNaOH = 10 mL ;
[NaOH] = 0,001 M
VHCl Titrasi =
2,6 mL
Ditanyakan : Kelarutan MgCO3
(mol/L)
Jawab : Misalkan jumlah mmol
MgCO3 = x mmol
Jumlah
mmol HCl = 0,001 M x 1 mL = 0,001 mmol
Jumlah
mmol NaOH = 0,001 M x 10 mL = 0,010 mmol
Jumlah
mmol HCl untuk titrasi = N x VHCl Titrasi
= 0,001 mmol/mL x 2,6 mL
=
0,0026 mmol
Reaksi 1
MgCO3 +
2HCl MgCl2 + H2CO3
mmol awal : x
mmol 0,001 mmol
bereaksi : x mmol
2x mmol
sisa : -
(0,001 – 2x) mmol
Reaksi 2
HCl + NaOH NaCl + H2O mmol awal : (0,001 – 2x)
mmol 0,010 mmol
bereaksi : (0,001 – 2x) mmol (0,001 – 2x) mmol
sisa : - (0,009 + 2x) mmol
Reaksi 3 (titrasi)
HCl + NaOH NaCl + H2O
mmol awal : (0,009 + 2x) mmol (0,009
+ 2x) mmol
bereaksi : (0,009 + 2x) mmol (0,009 + 2x) mmol
sisa : - -
(Jumlah mmol NaOH) =
(Jumlah mmol HCl)
(0,009 + 2x) mmol = 0,001 mmol/mL x 1,55 mL
2x = [(0,0026 – 0,009)]
mmol
Maka :
[MgCO3] = (3,2 x 10-3
/ 10) mmol/mL = – 3,2 x 10-4 mmol/mL
Ksp MgCO3 = [Mg2+] [CO32-]
= s . s
= s2
= (– 3,2 x 10-4)2
= 1,02 x 10-9 M
b. Kelarutan CaCO3
Diketahui :
V CaCO3 = 10 mL
VHCl = 1 mL ;
[HCl] = 0,001 M
VNaOH = 10 mL ;
[NaOH] = 0,001 M
VHCl Titrasi
= 1 mL
Ditanyakan : Kelarutan CaCO3
(mol/L)
Jawab :
Misalkan jumlah mmol CaCO3 = x mmol
Jumlah mmol HCl = 0,001 M x 1 mL = 0,001 mmol
Jumlah mmol NaOH = 0,001 M x 10 mL = 0,01
mmol
Jumlah mmol HCl untuk titrasi = N x VHCl
Titrasi
= 0,001 mmol/mL x 1 mL
= 0,001 mmol
Reaksi 1
CaCO3 +
2HCl CaCl2 + H2CO3
mmol awal : x
mmol 0,001 mmol
bereaksi : x mmol
2x mmol
sisa : -
(0,001 – 2x) mmol
Reaksi 2
HCl + NaOH NaCl + H2O mmol awal : (0,001 – 2x)
mmol 0,010 mmol
bereaksi : (0,001 – 2x) mmol (0,001 – 2x) mmol
sisa : - (0,009 + 2x) mmol
Reaksi 3 (titrasi)
HCl + NaOH NaCl + H2O
mmol awal : (0,009 + 2x) mmol (0,009
+ 2x) mmol
bereaksi : (0,009 + 2x) mmol (0,009 + 2x) mmol
sisa : - -
(Jumlah mmol NaOH) = (Jumlah mmol HCl)
(0,009 + 2x) mmol =
0,001 x 1 mmol
2x = (0,001 – 0,009) mmol
Maka : [CaCO3] = (4 x 10-3 / 10)mmol/mL = – 4 x 10-4 mmol/mL
Ksp
CaCO3 = [Ca2+] [CO32-]
= s .
s = s2
= (– 4 x 10-4)2
= 1,6 x 10-9
M
c. Kelarutan BaCO3
Diketahui :
V BaCO3 = 10 mL
VHCl = 1 mL ;
[HCl] = 0,001 M
VNaOH = 10 mL ;
[NaOH] = 0,001 M
VHCl Titrasi
= 1,45 mL
Ditanyakan : Kelarutan BaCO3
(mol/L)
Jawab :
Misalkan jumlah mmol BaCO3 = x mmol
Jumlah mmol HCl = 0,001 M x 1 mL = 0,001 mmol
Jumlah mmol NaOH = 0,001 M x 10 mL = 0,01
mmol
Jumlah mmol HCl untuk titrasi = N x VHCl
Titrasi
=
0,001 mmol/mL x 1,45 mL
= 0,00145 mmol
Reaksi 1
BaCO3 +
2HCl BaCl2 + H2CO3
mmol awal : x
mmol 0,001 mmol
bereaksi : x mmol
2x mmol
sisa : -
(0,001 – 2x) mmol
Reaksi 2
HCl + NaOH NaCl + H2O mmol awal : (0,001 – 2x)
mmol 0,010 mmol
bereaksi : (0,001 – 2x) mmol (0,001 – 2x) mmol
sisa : - (0,009 + 2x) mmol
Reaksi 3 (titrasi)
HCl + NaOH NaCl + H2O
mmol awal : (0,009 + 2x) mmol (0,009
+ 2x) mmol
bereaksi : (0,009 + 2x) mmol (0,009 + 2x) mmol
sisa : - -
(Jumlah mmol NaOH) = (Jumlah mmol HCl)
(0,009 + 2x) mmol =
0,001 x 1,45 mmol
2x = (0,00145 – 0,009) mmol
Maka : [BaCO3]
= (3,7 x 10-3 / 10)mmol/mL
= – 3,7 x 10-4 mmol/mL
Ksp
BaCO3 = [Ca2+] [CO32-]
= s .
s = s2
= (– 3,7 x 10-4)2
= 1,36 x 10-9
M
B.
Pembahasan
Kelarutan merupakan banyaknya
zat terlarut yang larut dalam pelarut yang banyaknya tertentu, untuk dapat
menghasilkan larutan jenuh. Faktor-faktor yang penting dalam mempengaruhi
kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dasar zat, dan hadirnya ion-ion
dalam larutan. Kebanyakan zat, kelarutannya akan meningkat jika temperaturnya
dinaikkan. Oleh karena itu, kebanyakan reaksi yang memerlukan kelarutan yang
cepat seringkali menggunakan larutan panas.
Jenis zat pelarut juga mempengaruhi besarnya
kelarutan. Kebanyakan reaksi menggunakan air sebagai pelarut, karena air
merupakan pelarut yang mempunyai momem dipol yang besar dan ditarik baik ke
kation atau anion untuk membentuk ion terhidrasi.
Hadirnya ion-ion lain dalam larutan dapat
mempengaruhi larutan. Suatu endapan lebih dapat larut dalam suatu larutan yang
mengandung salah satu ion endapannya dan pengaruh ion sekutu yang berlebih,
maka dapat menyebabkan kelarutan suatu endapan cukup besar daripada nilai yang
diramalkan oleh tetapan hasil kali kelarutan.
Apabila kesetimbangan dimulai dengan ion dalam
larutan yang menghasilkan zat murni tak larut, maka prosesnya dinamakan reaksi
pengendapan.
Pada percobaan ini digunakan larutan MgCO3,
CaCO3 dan BaCO3 jenuh yang berarti larutan ini tidak
dapat lagi melarutkan zat terlarut, dan warna dari kedua larutan ini adalah
bening. Larutan MgCO3, CaCO3 dan BaCO3
termasuk garam karbonat dari alkali tanah jika dilihat dari pengelompokan
senyawa, MgCO3, CaCO3 dan BaCO3 juga termasuk
senyawa ionik yang sukar larut, artinya kelarutannya sangat kecil. Karena
senyawa ini memiliki kelarutan yang kecil maka memiliki suatu nilai yang
disebut konstanta hasil kali kelarutan.
Pada percobaan menggunakan larutan
MgCO3, CaCO3 dan BaCO3 jenuh kali ini, terjadi
tiga reaksi, yaitu :
1. Reaksi yang pertama terjadi antara 10 ml
MgCO3, CaCO3 dan BaCO3 jenuh larutan dengan 1 ml larutan HCl 0,001 M.
CaCO3
+ 2 HCl CaCl2
+ H2O + CO2
MgCO3
+ 2HCl MgCl2
+ H2O + CO2
2. Tetapi
pada reaksi ini masih terdapat HCl sisa. Untuk menghilangkan HCl sisa tersebut,
maka larutan direaksikan 10 ml NaOH 0,001M.
Sehingga terjadi reaksi yang kedua, yaitu :
HCl(aq)
+ NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
3. Dari reaksi tersebut dihasilkan NaCL dan H2O. Ternyata pada reaksi tersebut terjadi
kelebihan NaOH, sehingga larutan bersifat basa.
Untuk mengetahui volume NaOH maka larutan dititrasi dengan larutan
HCl. Sebelum dititrasi larutan tersebut
diberi indikator fenolmerah karena memiliki pH yang terletak pada titik
ekuivalen titrasi.. Ini merupakan reaksi yang ketiga, yaitu :
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
Titrasi akan berhenti jika larutan
berubah warna menjadi warna kuning. Titrasi ini dilakukan sebanyak 2 kali dan
diperoleh volume rata- rata HCl-nya sebesar 2,6 mL untuk MgCO3, 1 mL
untuk CaCO3 dan 1,45 mL untuk BaCO3.
Dari percobaan di atas, dapat
diketahui secara umum mengenai pengendapan, yaitu :
i. Pengandapan
terjadi jika hasil kali ion > Ksp
ii. Pengendapan
tak terjadi jika hasil kali ion < Ksp
iii. Larutan
tepat jenuh jika hasil kali ion = Ksp
Pernyataan di
atas merupakan hubungan reaksi pengendapan dengan nilai Ksp.
Dari nilai rata-rata volume yang telah diperoleh,
dapat dihitung nilai hasil kali kelarutannya (Ksp) dari larutan
tersebut. Untuk mendapatkan nilai Ksp, dapat melewati beberapa
proses perhitungan. Proses-proses perhitungan tersebut sangat menentukan untuk
mendapatkan nilai Kspnya. Nilai kelarutan dari masing-masing larutan
dari hasil perhitungan yaitu -3,2 x 10-4 untuk MgCO3, -4
x 10-3 untuk CaCO3,
dan -3,7 x 10-4 untuk BaCO3. Sedangkan nilai Ksp
yang didapatkan dari hasil percobaan yaitu 1,02 x 10-9 untuk MgCO3,
1,6 x 10-9 untuk CaCo3 dan 1,36 x 10-9 untuk
BaCO3.
VI.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
diperoleh dari hasil percobaan ini adalah :
1. Hasil kali kelarutan adalah nilai dari perkalian
ion-ion dalam larutan dimana pada suhu tertentu terjadi keseimbangan antara
ion-ion tersebut dengan padatan
2. Kelarutan MgCO3 pada percobaan ini adalah – 3,2 x
10-4 mol/L
3. Hasil kali kelarutan (Ksp) MgCO3 pada percobaan
ini adalah 1,02 × 10-9.
4. Kelarutan CaCO3 pada percobaan ini adalah – 4 x 10-4
mol/L
5. Hasil kali kelarutan (Ksp) CaCO3 pada percobaan
ini adalah 1,6 x 10-9.
6. Kelarutan BaCO3 pada percobaan ini adalah – 3,7 x
10-4 mol/L
7. Hasil kali kelarutan (Ksp) BaCO3 pada percobaan
ini adalah 1,36 x 10-9.
Brady, James E. Kimia Universitas Asas Dan Struktur. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Petrucci. 1987. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung.